Ku Titip Nyawaku Untukmu
“ Hem’z.... Fira pasti senag
mendengar cerita ini” gumamku dalam hati senbari tersenyum dengan langkah pelan
namun pasti, selembar kertas putih yang
ku pegang sengaja tidak ku masukkan kedalam tas ranselku, karna aku berniat mau
mengantarkannya kerumah sahabtku Maghfirotul Inayah yang akrap disapa fira oleh
teman-teman. Siang itu sepulang sekolah aku sengaja mau mampir kerumahnya yang
saat itu tidak masuk sekolah tanpa keterangan.
Bayang-bayang kebahagiaan fira
tiba-tiba muncul dihadapanku, senyum cerianya yang biasa menemaniku terganbar
jelas di mataku. Luapan puji syukur selalu terlontar indah dihatiku setiap kali
ku baca surat keterangan Beasiswa yang ku peroleh dari sekolahku. Disepanjang
jalan yang berjejer pohon-pohon rindang yang siap menaungiku dari raja siang yang
terik ku lantunkan bait-bait Sholawat
dengan penuh kekhusyu’an sebagai rasa syukurku, sehingga tak terasa pintu rumah
fira sudah didepan mata.
Kulihat fira sedang duduk santai
dengan sebuah buku yang sedang dibacanya, sembari mempercepat langkahku, ku
ucapkan salam penuh semngat.
“ assalamu’alaikum” sapaku pada fira
dengan sedikit senyum.
“ wa alaikum salam” jawabnya sembari
meletakkan buku yang sedari tadi dibacanya.
“ duduk dulu sef” pintanya seraya
beranjak masuk kedalam untuk mengambil air dingin untukku. Dengan segera ku
duduk di sebuah kursi di depan rumah fira, kulihat raut wajah yang tak biasa
dari sahabtku itu, wajahnya pucat dan terlihat sangat lemas. Keceriaan yang
biasanya di hidangkan saat saat ku bertamu kerumahnya kini tak dapat ku
nikmati. Bagai di suguhi sepiring empedu kala ku tatap wajah dan sikapnya yang
sangat tak biasa, dingin dan sangat tertutup sehingga ku tak berani bertanya
dan bahkan aku sangat takut untuk bercanda denagnnya.
“ Fir ada titipan dari pak usman
buat kamu” ujarku sembari menyodorkan selembar kertas putih yang ku ambil dari
saku bajuku, dan dengan segera fira meraihnya dari tanganku dan dengan pelan
membukanya. Melihat raut wajah fira yang tak pasti membuat jantungku berdebar
kencang, dengan sedikit senyum ku tanya pada fira prihal isi surat itu.
“ isinya apaan fir?” tanyaku
penasaran
“
kamu baca saja sendiri” jawabnya dengan sangat ketus sembari melempar surat
itu padaku. Tiba-tiba semua kebahagiaanku lenyap,harapanku melihat tawa ceria
fira berubah air mata, dan semangatku lenyap seketika saat ku baca surat
keterangan dari pak usman untuk sahabatku fira.
“ setelah menimbang dan memperhatikan sikap dan prilaku juga
keaktifan dari saudari Maghfirotul Inayah beberapa bulan terakhir ini kami
pihak sekolah akan mencabut semua Beasiswa yang telah kami berikan pada
saudari” begitulah
sebagian dari isi surat itu, yang seketika melenyapkan semua semangat,
kebahagiaan, dan senyumku.
“
buat apa kertas in,i buat apa semua kebahagiaan ini dan buat apa semua ini aku
miliki kalau aku harus melihat sahabatku hancur” gumamku dalam hati denagn
derai air mata. Ku tatap lekat wajah fira
sahabatku yang sedari tadi membisu dengan seribu bahasa yang tak bisa ku
mengerti, ingin rasanya aku memeluknya, “tapi apakah dia akan mau kalau dia tau
ternyata Beasiswanya di kasih ke aku, apa aku tega menghancurkan perasaannya
yang sudah hancur? Rasanya aku tak sanggup melihatnya” lanjutku tak habis fikir
dengan apa yang terjadi. Ku terus terdiam dengan selembar kertas yang tetap ku
pegang.
«««
Pagi
hadir dengan bingkai merah yang indah diufuk timur, dengan bercak embun yang
bergantung indah di dedaunan juga sapaan angin pagi dengn udarab yang segar
yang dingin menyentuh tubuhku. Dengan berseragam rapi dongker dan putih ku
sudah siap berperang melawan rasa malas, siap bersaing dengan dengan sejumlah
teman-temanku untuk memperoleh secercah ilmu Allah melalui guru-guruku. Kulihat
Malaikat mongilku masih belum datang, bangku yang biasa didudukinya bersamaku
masih tersusun rapi dengan sebuah nama “ MAGHFIROTUL INAYAH” dan disampingnya
tertera namaku “SEFTIANA LESTARI” dengan menghembus nafas panjang segera ku
duduk dan ku tatap lekat kursi disampingku.
Teringat
semua kebahagiaan yang selama ini ku rasakan bersamanya, terganmbar indah di
memoriku senyum ceria dan tawa bahagianya saat pertama kali mendapat Beasiswa
saat kelas satu dulu, dan teringat semangtnya belajar. Tapi semua itu tak bisa
ku laihat lagi semenjak Beasiswanya dicabut.
Bulir-bulir
mutiara bening mengalir dari kelopak mataku membasahi gelembung pipiku yang
terbalut hijab putih. Dengan segera ku usap sisa-sisa mutiara bening itu saat
ku lihat teman-temanku masuk berbondng-bondong dari pintu kelas. Namun tak
terlihat fira sahabatku.
“
kemana fiara, kenapa dia tidak masuk lagi? Tanyaku dalam hati saat melihat tak
ada fira di natara teman-temanku yang lain
“
Tuhan kemana sahabatku fira? Ujarku dalam hati. Gelisah, khawatir dan takut
tiba-tiba hadir dalam perasaanku ketika ku teringat akan keadaan terakhir fira
saat itu.
«««
Malam
menyapa dengan gemerlap bintang yang sangat indah dengan satu rembulan yang
terang menyinari jagad raya. Di malam yang indah itu aku teringat akan
sahabatku fira yang entah gimana kabarnya. Dalam sendiriku ku tulis bait-bait
puisi untuknya.
Senyummu adalah tawaku
Sedihmu adalah
tangisku
Keluhanmu adalah
sakitku
Dan kepergianmu
bukanlah harapanku
Matahari tak
pernah lelah menyinari bumi
Sampai malam
datang menghampirinya
Dan bvintang tak
pernah meninggalkan langit
Walau ada bulan yang
lebih indah dan lebih mampu meneranginya
“puisi ini untukmu fir” gumamku dalam
hati sembari terlelap menemani indahnya malam.
“ sef mukenah ini untuk kamu supaya
kamu selalu ingat aku dalam setiap do’a-do’amu dan supaya kamu tak pernah lupa
sama aku seperti kamu tak pernah lupa akan Tuhanmu” ujarnya dengan tersenyum
sembari memberi sebuah mokenah berwarna biru kesukaanku.
“ dan aku juga punya setangkai bunga
mawar merah buat kamu supaya kamu bisa seperti bunga mawar ini, terlihat indah,
anggun dan harum tapi tak mudah orang untuk memetiknya karna ada duri yang
melindunginya” lanjutnya sembari memberi setangkai bunga mawar untukku
” aku ingin kamu jadi orang baik yang
berhias ilmu dan akhlaq yang baik sehingga tak mudah bagi lelaki yang mau
menggodamu karna ada iman yang kuat dalam hati kamu seperti mawar itu” ujarnya
seraya tersenyum indah. Namun senyum indah fira tiba-tiba hilang saat guyuran
air mendarat di wajahku.
“Astaghfirullahal Adzim” ujarku seraya
mengelap air yang membasahi wajahku karna di siram sama mama
“mama....kok di siram sihh?” tanyaku
menggerutkan dahi
“ gak lihat jam berapa sekarang” tanya
mamaku sambil menunjukkan jam beker di sebelah tempat tidurku
“ Astghfirullah..” ujarku ketika
kulihat angka 03:00 di jam itu dan segera ku berdiri untuk mengmbil air wudhu’,
namu belum selangkah ku beranjak ku teringat akan peristiwa pertemuanku dengan
fira yang baru ku alami, mimpi tapi
seperti sangat nyata. Terbesit dalam anganku untuk mengunjungi rumah fira esok
hari.
“ apakah dia masih mau menerimaku
setelah kejadian kemarin saat Beasiswanya di cabut dan di kasih ke aku? Rasanya
aku tidak sanggup kalau harus menerima respon dingin darinya kalau aku datang
kerumahnya” gumamku dalam sela-sela do’aku setelah sholat tahajjud.
Ingatanku tentang fira semakin
menjadi-jadi. Kabarnya yang tak pasti membuatku semakin takut, takut
kehilangannya, kehilangan sahabat yang selama ini menemani hidupku. Tanpa
kurasa bulir-bulir kristal bening itu kembali mengalir tanpa di undang.
“ sefti......ada telfon dari fira”
panggil mama yang seketika membuatku terkejut namun terlintas sepercik
kebahagiaan menghampiriku saat ku dengar mama menyebut nama fira, segera ku
menghampiri mama dan ku ambil telpon dari tangan mama.
“ aku mohon ma biarkan aku bicara sama
sefti,kali ini aja aku Cuma ingin pamitan sama dia dan aku mau bilang kalau.
“ dut....dut...dut” tiba-tiba telpon
itu terputus sebelum aku sempat ngobrol dengan fira, tapi percakapan fira
dengan mamanya membuatku bertanya-tanya ada apa sebenarnya dengan fira?. Segera
ku buka mukenah yang ku kenakan dan berlari menuju kamar untuk ganti baju yang
kemudian aku pergi ke rumah fira tanpa sepengetahuan mama.
“ Assalamu’alaikum..” ujarku setelah
beberapa kali mengetok pintu rumah fira namun tak ada jawaban, tak ada satu
orangpun dirumah itu. Hanya ada seekor kucing cantik pliharaan fira yang masih
tertidur nyenyak diatas kursi tempat biasa fira membaca buku. Dan betapa aku
dikejutkan dengan sebuah surat di atas meja yang tertulis jelas namaku.
“ untukmu
sahabatku Seftiana Lestari yang ku rindukan”
Maaf
sef saat baca surat ini mungkin aku sudah ada di jalan menuju suatu Negara yang
akan menjadi tempat tinggal baruku. Aku kesana karna papaku ada pekerjaan dan
kemungkinan aku akan menetap disana. Tapi kamu jangan khawatir kamu akan tetap
jadi sahabatku, karna jarak dan waktu gak akan pernah bisa mengakhiri
persahabatankita selamanya. Aku akan kembali untuk kamu sef.
“Sahabtmu,
Maghfirotul Inayah
seketika
air mataku mengalir mendapati kenyataan pahit di tinggal oleh sahabat yang
sangat aku rindukan selama ini.
“
kenapa kamu ninggalin aku fir? kenapa? apa aku emang udah gak ada artinya buat
kamu sampai-sampai untuk pamit secara langsungpun kamu tak bisa” ujarku dalam
sela isak tangisku karna sedih di tinggal sahabatku. Surat yang sedari tadi ku
pegang telah basah dengan air mataku yang sedari tadi mengalir tanpa henti
“sebenci itukah kamu sama aku?,
sedendam itukah kamu, sampai kamu tinggalin aku, dengan semua kenangan indah
kita, aku sakit fir ditinggalin kamu” ujarku sambil terus menangis
«««
Hari begitu cepat berlalu tak terasa
sudah 8 tahun kisah persahabatanku dengan fira terhalang oleh jarak dan waktu,
namun semuanya masih terbungkus rapi dengan semua kenangan yang masih tersisa.
Malam yang indah dengan langit biru dan beberapa gumpalan awan putih dan
taburan bintang – bintang kecil hadir menghiasi hidupku tanpa orang tua, tanpa
sahabat dan tanpa orang – orang yang menyayangiku
“aku kangen masa – masa kecilku dulu,
disaat masih ada mama, papa dan fira sahabatku” ujarku seraya menatap langit.
Orang tuaku yang beberapa tahun lalu pindah keluar negri meninggalkan aku
dengan seorang pembantu, yang menemani hari – hariku dan menyiapkan segala
keperluanku setiap hari. Hidup sendiri tanpa orang tua dan sahabat sangat
menyiksaku, aku selalu kesepian dan aku selalu sendiri
“aku kangen kalian” tiba – tiba
tubuhku terasa sangat lemas, kepalaku pusing dan pandanganku sudah mulai kabur,
ku coba untuk berdiri, namun tiba – tiba.
“brucccck................” semuanya
gelap gulita tanpa cahaya, aku berada di alam bawah sadar, dan betapa aku
sangat terkejut ketika aku tersadar aku berada disebuah kamar rumah sakit
“au...... astaghfirullahaladzim”
desahku saat ku coba bergerak dan ada rasa sakit yang sangat mencekam dibagian
paha dan pinggangku
“aku kenapa bi’, ko’ rasanya sakit
banget” tanyaku pada bi’ maryam seorang pembantuku
“non sefti baru saja diopersai oleh dokter
karena sakit ginjal non sefti yang sudah terlalu parah dan butuh pertolongan
cepat” jalas bi’ maryam membuatku tak mengerti, aku yang selama ini tak
merasakan gejala apa – apa, bingung dan tak percayaakan apa yang menimpaku
“diopersi bi’?” tanyaku
“apa mama sama papa tau kalau aku di
rumah sakit” lanjutku
“iya non, sudahlah non sefti istrahat
saja biar cepat sembuh” ujar bi’ maryam padaku yang kemudian pergi
meninggalkanku
Selang beberapa waktu dokter harun
yang menangni aku, datang dengan seorang perempuan cantik seusiaku yang duduk
di kursi roda dan menatap iba padaku tanpa sepatah katapun
“selamat siang sefti, bagai mana
keadaan kamu sekarang” tanya dokter sembari memeriksa kondisiku
“masih lemas dok, tapi alhamdulillah
sudah mendingan” jawabku dengan suara lemas
“oke kalau begitu, saya akan suntik
penghilang rasa sakit, agar kamu bisa istirahat dengan tenang” ujar dokter
sembari menyuntikkan obat tidur kepadaku yang selang beberapa saat mataku tak
kuat menahan rasa ngantuk, dan akhirnya ku tertidur dengan lelap
Aku terlalu lelap sehingga tak terasa
malam datang menghampiri pada setiap insan penghuni bumi, termasuk aku yang
sedari tadi terlelap setelah di suntik oleh dokter. Ku buka pelan mataku dan kulihat
mama dan papaku, berdiri disampingku denagan raut wajah yang sepintas terlihat
panik dan khawatir. Segera kusambut mereka dengan senyuman dan kuraih tangan
keduanya yang kemudian kucium dengan penuh kerinduan.
“ sayang...bagaimana keadaan kamu
sekarang?” tanya mama denagan khawtir sembari memelukku dengan penuh kerinduan.
“ aku gak apa-apa kok ma” jawabku
“ kenapa kamu gak pernah bilang ke
mama nak kalau selama ini kamu sakit” tanya mama masih dengan nada panik
“ aku gak apa-apa ma, buktinya
sekarang aku sehat dan bisa memeluk mama” jawabku dengan senyum yang tak
terlihat oleh mama. Dengan ssegera ku lepas pelukaknku dari mama saat kulihat
ada dokter yang datang dari pintu kamar yang masuk bersama seorang suster yang
mendampinginya.
“ selamat m,alam pak, bu” sapa dokter
pada orang tuaku yang disambut dengan uluran tangan oleh papa dan mamaku.
“ bagaimana dengan keadaan anak saya
dok?” tanya papakunmencari kejelasan
“ Alhamdulillah keadaan sefti suda
membaik pak, beruntung ada orang baik yamg mau mendonorkan ginjalnya untuk anak
bapak?” jelas dokter yang seketika bejalan kesampingku dan memeriksa kondisi
tubuhku
“ sipa orang itu dok?” tanyaku
penasaran
“ siapapun orang itu yang jelas dia tak pernah ingin melihat kamu
sakit dan orang itu tak meninggalkan identitasnya dirumah sakit ini” jelas
dokter.
“ dan orang itu terlalu dekat dengan
kamu, sehingga tak perlu kiranya untuk saya jelaskan” lanjut dokter semakin
membuatku penasaran
“ Subhanallah......baik sekali orang
itu” gumamku dalam hati
Aku termenung dengan beribu tanda
tanya, kulihat orang tuaku berbincang serius dengan dokter sembari keluar
ruangan.lEntah apa yang mereka perbincangkan yang jelas kini aku masih bertanya
tentang siapa ornag yang mendonorkan ginjalnya untukku. Dalam renunganku
terlintas wajah perempuan yang tempo hari menjengukku bersama dokter harun yang
tiba-tiba membuatku teringat akan sikecil fira sahabatku
“ kemana dia, bagaimana keadaannya
sekarang,masihkah dia ingat sama aku? Gumamku dalam hati sembari memejamkan
mata dengan kedadaan tubuh yang masih sangat lemas.
Letika mataku mulai terpejam aku
merasa ada orang yang datang, kucoba membuka mata dan ku lihat wanita itu,
wajahnya cantik dengan baju putih yang dibalut dengan hijab kuning yang
membuatnya semakin terlihat cantik. Perempuan itu duduk di sampingku dan
menatap lekat wajahku yang masih lemas. Ku lihat, ku lihat dia mulai meneteskan
air mata. Seraya memegang erat tanganku dia memelukku dengan penuh kerinduan.
“ Sefti...aku kangen bangtet sama kamu”
ujarnya ketika memelukku, sementara aku masih terdiam tanpa kata.
“ maafin aku yang selama ini gak ada
di samping kamu selama ini, sampai-sampai kamu sakitpun aku tidak ada buat
kamu” lanjutnya seakan merasa bersalah membuatku semakin tak mengerti. Aku tak
bisa berkata apa-apa melihat prilakunya yang tak bisa ku mengerti, pengen
rasanya aku bertanya namun aku tak tak bisa, aku hanya bisa menatap wajah itu
dengan seribu tanda tanya.
Orang tuaku yang masih keruangan
dokter beberapa saat datang bersama dokter harun dan dua orang setengah baya
yang wajahnya tak asing bagiku. Orang itu tak lain adalah tante Mia dam om jodi
orang tua fira sahabatku.
“ om...tante kalian kapan pulang?”
tanyaku senbari meraih tangan mereka dan dengan segera kucium tangan keduanya
“ fira mana tante, kok gak ikut kalian
kesini” tanyaku lagi, namu orang tua fira tak menggubris pertanyaanku, malah
mereka melangkah mendekati perempuan yang duduk di sampingku yang sedari tadi
bediam diri tanpa sepatah katapun.
“ sefti....apa kamu tidak mengenali
perempuan di depan kamu ini?” tanya tante mia membuatku bingung
Ku tatap lekat wajah perempuan itu, ku
merasa ada sesuatu yang tak asing bagiku saat perempuan itu tersenyum ketika
menatapku
“ fira kaukah itu? Tanyaku lirih
“ iya sef...” jawabnya dengan air mata
haru dan bahagia yang terlihat jelas di wajahnya,. Bahagia, bahagia dan bahagia
itulah yang aku rasakan saat melihat sosok yang selama ini aku harapkan kini
berada dihadapanku. Aku tidak tau harus dengan apa aku menggambarkan bahagiaku
ini.
“ kau sekarang sudah jadi dokter fir?”
tanyaku seraya melepas pelukanku saat kulihat fira yang mengenakan seragam
kedokteran yang melekat di tubuh fira. Fira menganggukkan keoala dan kembali
meraih tanganku yang kemudian memeluk kembali tubuhku dengan erat dan penuh
rasa rindu.
“ kemana saja kau selama ini fir?, aku
kangen banget sama kamu, aku sangat kesepian tanpa kamu”
“ maafkan aku ya sef” jawabnya lirih, aku
tesenyum tanpa peduli dengan masa lalu
saat aku ditinggalkan olehnya, yang kurasakan saat ini hanyalah bahagia yang
tak tergambarkan oleh apapun
“ aku senang kau kembali fir, tapi apa
yang terjadi sama kamu fir, kok kamu duduk di kursi roda seperti ini? Tanyaku
heran, fira kenundukkaan kepala sejenak dan kemudian menatapku kembali denagn
tatapan penuh rasa iba
“ aku...” ujarnya dengan suara parau
yang kemudian dia menangis sejadi-jadinya membuatku heran dan tak mengerti
“ maafkan aku sef yang egois ninggalin
kamu waktu itu Cuma gara-gara hal sepele yang waktu itu terjadi diantara kita,
tp bukan itu alasanku sef?” ujarnya dalam sela tangisannya
“ maksud kamu apa fir “ tanyaku
sembari maraih tangan fir namun fira hanya terdiam dengan tangisnya. Mama dan
papa juga orang tua fira keluar meninggalkan kami berdua untuk bertemu dokter.
Dan setelah beberapa menit mereka datang dengan seorang dokter yang tak lain
adalah dokter harun
“ ini ada apa dok, kok semuanya
bersikap aneh seperti ini?” tanyaku heran
“ berterima kasihlah kamu sama Allah
karna telah mengirimkan sahabat seperti fira?” ujar dokter padaku
“ maksud dokter?” tanyaku tak mengerti,
semuanya terdiam tanpa sepatah katapun. Kulihat fira masih tetap dengan
tangisannya
“ aku tau sef apa yang aku lakukan
akan nyakitun kamu, tapi aku tidak mau sef, kamu ngerasain apa yanga aku
rasakan” jelasnya setelah babarapa waktu terdiam
“ aku sengaja meminta dokter
merahasiaka hal ini pada kamu, bahkan pada orang tua kita” lanjutnya sembari
menyembunyikan wajah
“ maksud kamu apa fir?” tanyaku penuh
tanda tanya
“ aku tau ini berat buat kamu, tapi
aku ikhlas sef” ujarnya dengan suara yang semakin terdengar parau karna terlalu
lama menangis
“ aku ikhlas memberikan satu ginjalku
buat kamu, supaya aku bisa hidup lebih lama bersama kamu, karna aku mau menebus
kesalahanku sama kamu dulu” lanjutnya setelah beberapa saat terdiam yang
sepontan membuatku terkejut. Sementara aku terus mematung tanpa sepatah
katapun, hanya tetesan air mata yang kurasakan mengalir membasahi tiap sudut
pipiku.
“ kenapa kau lakukan itu fir?” tanyaku
dalam hati
Tangis haru pecah saat mendengar
pengakuan fira yang mendonorkan ginjalnya untukku tanpa ada seoarangpun yang
tau. Terlihat orang tua fira memeluknya dengan penuh rasa bangga. Beberapa kali
fira dicium oleh tante mia jaga oleh mamaku dan setelah beberapa saat fira
membalikkan arah menatap wajahku yang masih terdiam dengan derai air mata yang
masih mengalir deras dipipiku. Segera kupeluk fira dengan penuh rasa terima
kasih walau sebenarnya aku tak bisa terima dengan apa yang dilakukan fira
padaku. Aku merasa pengorbanan fira terlalu besar untukku. Tapi semuanya adalah
keputusan yang suadah fira pilih dan aku harus terima walau berat.
«««
Hari berlalu begitu indah bersama
sahabat yang kini telah kembali manjalani hidup bersamaku, walau kini kehidupan
fira tak lagi sempurna seperti dulu karna ginjal yang tak lagi utuh. Ungkapan
rasa syukur tak henti-hentinya ku ucapkan sama Allah yang telah mengembalikan
sahabatku fira. Yang meleluinya Allah telah menyelamatkan hidupku, sehingga aku
masih bisa menghirup udara segar dan melihat indahnya alam semesta dengan
bahagia
Tergambar jelas kebahagiaan di wajah
fira saat bersama-sama mengingat masa-masa bersamaku dulu.namun tak lama
bahagia itu kurasakan bersana fira. Semuanya lenyap seketika karna fira yang
tuiba-tiba pingsan dan sepontan membuatku terkejut. Tanpa fikir panjang segera
ku telpon Ambulance dari sebuah rumah sakit yang tak jelang beberapa menit
datang dan segera membawa fira kerumahang sakit. Sesampainya dirumah sakit Kulihat
or ang tua fira sudah berada disana dengan wajah yang terlihat sangat panik dan
khawatir. Terlihat juga papa dan mamaku yang ikut serta mendampingi orang tua
fira. Entah siapa yang memberi tau mereka. Yang pasti semua membuat aku tak
mengerti. Tak mengerti dengan apa yang terjadi pada sahabatku.
“ mungkinkah karna ginjalnya yang
hanya tinggal satu, makanya fira sakit seperti ini?” tanyaku dalam hati dan
tiba-tiba dokter keluar dari ruang tempat fira di rawat yang kemudian keluarga
fira juga orang tuaku dan tak terkecuali aku serentak menghampiri dokter itu
“ silahkan masuk, saudari meminta
kalian semua menemuinya” pinta dokter pada kami, dan dengan segera kami semua
masuk, kulihat fira tersenyum seraya
menatap satu persatu dari kami yang ada di dekatnya dengan tatapan yang penuh
arti namun tak dapat ditafsrkan
“ sefti...jaga diri kamu baik-baik ya,
maaf aku tidak bisa lebih lama menemani kamu” ujarnya sangat lirih. Aku terus
berada di sampingnya, menemaninya dan terus memegang erat tangannya yang
dingin.terlihat darah mengalir dari hidung fira yang dengan segera fira
mengusapnya dan kemudian meletakkannya di tanganku yang sedang memeganginya
“ fira...” ujarku saat melihat darah
yang semakin lama semakin deras mengalir dari hidung fira
“ kamu harus terus semangat sef, walau
darah ini tak lagi mengalir di tubuhku. Aku ingin kamu tetap semangat dengan
senyum terindah yang kamu miliki, kamu ngak boleh lemah melawan derasnya arus
kehidupan yang penuh dengan tantangan dan rintangan ini” ujar fira dengan senyum manis yang tak pernah
aku lihat, dan dengan pelan fira memejamkan mata indahnya. Kulihat fira
menghembuskan nafas terahkirnya tepat didepan mataku akibat penyakit kanker
yang dideritanya selama kurang lebih 8 tahun yang lalu.
“Dua minggu lalu firav tiba-tiba minta
pulang dari singapura karna meras ada firasat buruk tentang kamu katanya” ujar
tante mia dengan tatpan kosong kedepan beberapa waktu setelah penguburan jasa
fira
“ dan kemaren sebelum non sefti sakit,
non fira sempat telpon dan menanyakan kabar non sefti. Tapi dia meminta bibi
untuk merahasiakan kepulangannya” ujar bi maryam senbari menarik nafas panjang
“ bahkan bibi juga tau kalau non
firalah yang mendonorkan ginjalnya pada non sefti, tapi non fira tak pernah
ingin tau kalau dia yang mendonorkan ginjalnya buat non, makanya dia meminta
bibi juga dokter merahasiakan hal ini” lanjut bi maryam
“ fira Cuma ingin kamu sehat dan terus
hidup dengan satu ginjalnya ditubuh kamu” lanjut tante membuat tangisku semakin
tak dapat dibendung. Dan dengan tubuh yang nasih lemas aku tak mampu berbuat
apa-apa karna masih shok dan tak percaya akan kepergian sahabat yang sangat aku
kasihi. Aku hanya bisa menangis mengingat kisahku dengan fira jaga
pengorbanannya yang sangat tak aku duga
Aku sangat shok menerima kenyataan
itu, aku tak dapat berkata apa-apa saat tante mia bercerita semua tentang fira
selama delapan tahun tidak bersamaku. Kini aku taukenapa waktu fira tiba-tiba
berubah sama aku, bukan karna beasiswanya yang dicabut tapi karna fira tak
pernah ingin aku tau tentang penyakit kanker yang bersarang ditubuhnya waktu
itu. Dan yang lebih menyakitkan setelah aku tau ternyata beasiswa yang waktu
itu buat aku adalah milik fira yang sengaja fira kasih sama aku tanpa
sepengetahuanku. Tak tersa kristal bening itu tiba-tiba mengalir membasahi
gelembung pipiku yang terbalut hijab warna biru yang kini telah basah dengan
air mata. Kebahagiaan yang beberpa bulan lalu aku rasakan setelah kembalinya
fira kini telah pudar bersama air mata duka yang mengiringi bkepergiannya.
“ sefti, kau adalah semangat fira
seslama ini, kan kau adalah teman melawan penyakit yang selama ini di
deritanya” ujar tante mia sembari memelukku
“ kau yang sabar, jangan lagi fikirkan
fira, biarkan fira tenang disisiNya” lanjut om jodi sembari menatapku dengan
iba. Kini fira telah tiada untuk selama-lamanya. Ku coba menerima kenyataan
pahit ini dengan sabar dan terus tersenyum seperti yang diharapkan fira
“ jika air mata
ini tak lagi mengalir karna merindukanmu
ku ingin kau tau
bahwa Qlbu ini selalu mengharapkan kehadiranmu
dan jika mata ini
tak lagi bisa melihatmu
kau harus tau aku
selalu berharap kau bisa mengenangku
ku titipkan
nyawaku untukkmu, untuk terus hidup
dengan senyum
indah dan juga semangatmu
dan kau harus tau
hidupmu adalah bahagiaku”
tak adayang bisa aku lakukan selain
menangis saat membaca surat terakhir untukku, semuanya seakan direncanakan
kalau fira akan pergi untuk selama dariku
“janjiku adalah
menjagamu
berikrara bersama
hembusan nafas terakhirmu
adalah bukti setiaku
kepadamu
untuk terus
mengenangmu
dan membingkai
indah kenanganmu dalam Qolbu
bersama derai air
mata karna ditinggalmu”
begitulah bait puisi terakhirku untuk
nyawaku yang telah hilang Maghfirotul Inayah
by:
yumna cube’